Kehidupan kadang sulit untuk dicerna meski akal dan rasa telah bergerak untuk mengerti
Home » Archives for 2012
Kamis, 06 Desember 2012
INGINKU
Apa yang kau tahu dariku wahai kekasihku…?
Tatkala rapuh semakin memakan lajuku
Aku hanya mampu bersimpuh
Dan pada pusaramu ku tulis pula namaku
Biarlah kita bersama dalam kebekuan abadi
...
...
Baca Selengkapnya -
INGINKU
Tatkala rapuh semakin memakan lajuku
Aku hanya mampu bersimpuh
Dan pada pusaramu ku tulis pula namaku
Biarlah kita bersama dalam kebekuan abadi
...
...
Tak mampu berucap
Tak mampu memandang
Namun jasad kita dapat bersanding
Dalam senyap yang damai
Berselimut hangat pekat
Tak mampu memandang
Namun jasad kita dapat bersanding
Dalam senyap yang damai
Berselimut hangat pekat
Definisi dan Jenis Keluarbiasaan
Beethoven,seorang komponis termasyur yang tuli |
A.
Definisi
Keluarbiasaan merupakan
satu istilah yang mungkin sudah sering kita dengar, terutama dalam kaitannya
dengan pendidikan anak luar biasa.
Keluarbiasaan merupakan
kata benda yang berasal dari kata sifat luar biasa, yang dapat disejajarkan
dengan kata exceptional dalam bahasa
Inggris. Secara harfiah keluarbiasaan berarti menggambarkan sesuatu yang luar
biasa. Baik yang positif maupun yang negatif.
Dengan demikian, anak
luar biasa (ALB) adalah anak yang mempunyai sesuatu yang luar biasa yang secara
signifikan membedakannya dengan anak – anak seusia pada umumnya. Keluarbiasaan
yang dimiliki anak tersebut dapat merupakan sesuatu yang positif, dapat pula
sesuatu yang negatif. Sehingga dapat dikatakan keluarbiasaan itu dapat berada
di atas rata – rata anak normal, dapat pula di bawah rata – rata anak normal.
Istilah anak luar biasa
(ALB) digunakan sebagai istilah umum untuk semua anak yang mempunyai
keluarbiasaan, dan untuk menggantikan berbagai istilah yang selama ini digunakan,
seperti anak cacat, anak berkelainan atau anak lemah mental.
Istilah luar biasa
memang mewakili semua anak yang mempunyai penyimpangan dari anak normal, baik
penyimpangan yang bersifat fisik, tingkah laku maupun kemampuan.
B.
Jenis – jenis Keluarbiasaan
Jenis
keluarbiasaan berdasarkan bidang penyimpangan, menurut Mulyono Abdulrachman
(2000) dibuat karena untuk keperluan pembelajaran.
1. Kelompok
yang mengalami penyimpangan dalam bidang intelektual, terdiri dari anak yang
luar biasa cerdas (intelectually superior)
dan anak yang tingkat kecerdasannya rendah, atau yang disebut tunagrahita.
2. Kelompok
yang mengalami penyimpangan yang terjadi karena hambatan sensoris atau indra,
terdiri dari anak tunanetra dan tunarungu.
3. Kelompok
anak yang mendapat kesulitan belajar dan gangguan komunikasi.
4. Kelompok
anak yang mengalami penyimpangan perilaku, yang terdiri dari anak tunalaras dan
penyandang gangguan emosi.
5. Kelompok
anak yang memiliki penyimpangan ganda / berat, yang biasa disebut tunaganda.
Sedangkan
jenis keluarbiasaan dilihat dari arah penyimpangan, dibagi menjadi dua
kategori, yaitu keluarbiasaan yang berada di atas normal dan keluarbiasaan yang
berada di bawah normal.
Keluarbiasaan
di atas normal adalah kondisi seseorang yang melebihi batas normal dalam bidang
kemampuan. Biasanya disebut sebagai anak berbakat atau gifted and talented person. Namun tidak jarang anak yang
berkemampuan luar biasa ini mengalami frustasi dan berujung pada timbulnya
masalah, sehingga mereka juga perlu penanganan khusus seperti anak luar biasa
yang di bawah normal.
Keluarbiasaan
di bawah normal dikenal dengan berbagai istilah karena memang jenisnya sangat
beragam, yaitu (1) tunanetra, (2) tunarungu, (3) gangguan komunikasi, (4)
tunagrahita, (5) tunadaksa, (6) tuna laras, (7) berkesulitan belajar, dan (8) tunaganda.
*Sumber :
Abdulrachman,
M Dr. (2000). Pengembangan PLB.
Sunardi, Dr.
(2000). Pengembangan PLB di Indonesia.
Sumber lain
yang terkait.
Minggu, 02 Desember 2012
Surat untuk Ayah
Malam semakin meringkuk di bawah selimut kabut
Bintang sudah terusir sejak sore
Hanya dingin angin yang tersisa mendesir
Selintas membentuk raut wajahmu
Ayah, apa kabarmu di pangkal pagi ?
Garis tipis di wajahmu kini semakin menebal
Kokoh tubuhmu kian merapuh
Tatap matamu semakin mengabur
Namun kasihmu tak tertelan masa
Tuturmu tak terbawa kala
Ayah, aku rindu...
Berkali sudah gadismu menulis surat untukmu
Sampaikah di pangkuanmu ?
Sempatkah kau tahu rinduku ?
Setiap waktu kan ku rangkai doa
Untuk segala kebaikanmu
Ayah, maafkan gadismu...
Yang belum bisa sembahkan bahagia untukmu
Ayah, gadismu merindu...
*3 Des 2012
Berapa Jumlah Kakinya ?
Kalian tahu
kaki seribu ? Ngomong – ngomong,berapa sih, jumlah kakinya ? Apa bener ada
seribu ?
Tidak dapat
dipastikan berapa jumlah kaki si kaki seribu atau keluwing. Kecuali apabila
kita dapat menghitung jumlah segmen atau ruas tubuhnya. Setiap ruas tubuhnya
memiliki dua pasang kaki. Kaki seribu memiliki jumlah ruas 25-100, atau
tergantung jenisnya.
Keluwing
termasuk jenis herbivora. Jadi walaupun terlihat seram karena jumlah kakinya yang
begitu banyak, ternyata dia tidak berbahaya karena tidak memiliki racun.
Keluwing akan menggulung tubuhnya jika dia terancam. Ini adalah caranya untuk
melindungi dirinya agar dikira sudah mati.
Hewan lain
yang disebut kaki seribu adalah kelabang. Kelabang memiliki sepasang kaki di
setiap ruas tubuhnya. Hewan ini beraktivitas di malam hari dan merupakan hewan
berbisa. Dia memiliki kaki beracun pada ruas tubuhnya yang paling depan yang
berfungsi untuk melumpuhkan mangsanya serta sebagai alat untuk pertahanan
dirinya.
Ketika
kelabang menggigit mangsanya, dia akan memasukkan bisanya melalui lubang taring
yang dimilikinya itu.
Bagaimana
jika kita digigitnya ? Hmm, bisanya dapat membuat kita sakit kepala hebat,
bengkak, demam, sampai muntah – muntah.
Jadi, harus
berhati – hati jika kita bertemu dengan kelabang yang juga biasa disebut kaki
seribu ini.
*Sumber :
Mayangsari
S, S.SI, 500++ Fakta Paling WOW di Dunia,
Jakarta: CMedia. 2001
Colvin,
Leslie, & Emma, Speare, Living World
Encyclopedia: Tumbuhan, Hewan, dan Alam, London: Usborne Publishing Ltd.
2004
Selasa, 20 November 2012
Selasa, 06 November 2012
MATEMATIKA BUKAN SATU-SATUNYA TOLOK UKUR KECERDASAN
Kecerdasan anak tak bisa disamaratakan. Pada dasarnya, anak-anak
memiliki kecerdasan
yang unik sebagai cerminan dari minat dan bakatnya.
Pemerhati pendidikan anak Seto Mulyadi mengatakan, seringkali orangtua mengukur
kecerdasan anak melalui mata pelajaran tertentu, misalnya anak yang kuat di
mata pelajaran
matematika dianggap cerdas, dan sebaliknya, stigma kurang cerdas
kerap disematkan pada
anak-anak yang rendah nilai matematikanya.
"Seolah-olah cerdas matematika di atas segalanya, padahal anak-anak memiliki kecerdasan
di sisi lain. Sebagai musisi, pelukis, orator, atau apapun
yang menjadi minat dan bakatnya,"
kata pria yang akrab disapa Kak Seto
dalam sebuah seminar bertajuk "Menyikapi Kekerasan
Pada Anak Usia
Dini" yang digelar Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), di Ciputat,
Jakarta Selatan, Sabtu (1/9/2012).
Cara belajar setiap anak, kata dia, juga berbeda-beda. Hal itu dipengaruhi oleh kemampuan
setiap anak menyerap materi ajar yang disampaikan. Beberapa anak bisa
belajar dengan
"anteng", sedangkan lainnya bukan tak mungkin
memerlukan suasana yang berbeda.
"Ada juga yang karena bergerak anak itu menjadi cerdas. Itulah kenapa banyak lahir sekolah
alam," ujarnya.
Kak Seto menegaskan, memaksa anak untuk menguasai satu mata pelajaran atau
bidang
tertentu merupakan bentuk lain dalam kekerasan kepada anak. Sayangnya,
masih banyak
guru atau orangtua yang tidak menyadari hal tersebut.
"Memaksa anak yang cerdas bernyanyi untuk cerdas Matematika adalah kekerasan yang
tidak kita sadari. Semua anak pada dasarnya cerdas. Menjadi
sayang saat tak dihargai dan
tak akan bisa cemerlang," tandasnya.
Editor :
Caroline Damanik
MATEMATIKA BISA MENYAKITKAN
Matematika
bisa membuat seseorang benar-benar merasakan sakit secara fisik dalam kondisi
tertentu. Inilah
yang terungkap dalam riset terbaru yang dipublikasikan di
jurnal PLoS
ONE, Rabu (31/10/2012).
Tim peneliti yang dipimpin Ian Lyons, psikolog dari Universitas Chicago, melakukan observasi terhadap 14 orang yang mengalami kecemasan tinggi pada matematika (high math anxiety) dan 14 orang dengan tingkat kecemasan pada matematika yang rendah (LMA).
Tingkat kecemasan diidentifikasi oleh individu itu sendiri. Parameter kecemasan dinilai dari rasa gelisah saat berjalan menuju kelas matematika atau saat harus mengambil mata pelajaran matematika untuk lulus dari studi.
Dalam riset, orang yang mengalami HMA dan LMA diberikan satu seri soal matematika dan soal cerita. Peserta diminta melihat monitor, sementara aktivitas otaknya dilihat dengan magnetic resonance imaging (MRI). Di layar, akan tampak lingkaran kuning dan kotak biru sebagai tanda jenis soal selanjutnya, apakah matematika atau soal cerita.
Hasil riset menunjukkan, saat sinyal soal matematika keluar, aktivitas bagian otak yang terkait dengan rasa sakit pada orang dengan HMA tiba-tiba meningkat. Semakin cemas, maka semakin tinggi pula aktivitas bagian itu. Hal yang sama tak dijumpai pada orang dengan LMA.
Riset tersebut menunjukkan bahwa dengan kondisi tertentu, matematika benar-benar bisa memicu rasa sakit. Namun, peneliti mengingatkan, bukan berarti matematika harus dimusuhi. Sebab rasa bukan datang dari matematika itu sendiri.
"Karena temuan kami spesifik pada aktivitas terkait isyarat tertentu, bukan matematika itu sendiri yang memicu rasa sakit, tetapi antisipasi pada matematika itu yang menyakitkan," papar Lyons dalam publikasinya.
Sebelumnya, peneliti lain juga telah menemukan bahwa rasa sakit fisik bisa disebabkan oleh pengalaman sehari-hari. Sebagai contoh, putus cinta dan penolakan sosial terbukti mengakibatkan sakit secara fisik.
Tim peneliti yang dipimpin Ian Lyons, psikolog dari Universitas Chicago, melakukan observasi terhadap 14 orang yang mengalami kecemasan tinggi pada matematika (high math anxiety) dan 14 orang dengan tingkat kecemasan pada matematika yang rendah (LMA).
Tingkat kecemasan diidentifikasi oleh individu itu sendiri. Parameter kecemasan dinilai dari rasa gelisah saat berjalan menuju kelas matematika atau saat harus mengambil mata pelajaran matematika untuk lulus dari studi.
Dalam riset, orang yang mengalami HMA dan LMA diberikan satu seri soal matematika dan soal cerita. Peserta diminta melihat monitor, sementara aktivitas otaknya dilihat dengan magnetic resonance imaging (MRI). Di layar, akan tampak lingkaran kuning dan kotak biru sebagai tanda jenis soal selanjutnya, apakah matematika atau soal cerita.
Hasil riset menunjukkan, saat sinyal soal matematika keluar, aktivitas bagian otak yang terkait dengan rasa sakit pada orang dengan HMA tiba-tiba meningkat. Semakin cemas, maka semakin tinggi pula aktivitas bagian itu. Hal yang sama tak dijumpai pada orang dengan LMA.
Riset tersebut menunjukkan bahwa dengan kondisi tertentu, matematika benar-benar bisa memicu rasa sakit. Namun, peneliti mengingatkan, bukan berarti matematika harus dimusuhi. Sebab rasa bukan datang dari matematika itu sendiri.
"Karena temuan kami spesifik pada aktivitas terkait isyarat tertentu, bukan matematika itu sendiri yang memicu rasa sakit, tetapi antisipasi pada matematika itu yang menyakitkan," papar Lyons dalam publikasinya.
Sebelumnya, peneliti lain juga telah menemukan bahwa rasa sakit fisik bisa disebabkan oleh pengalaman sehari-hari. Sebagai contoh, putus cinta dan penolakan sosial terbukti mengakibatkan sakit secara fisik.
Sumber :
LiveScience
Editor :
yunan
Langganan:
Postingan (Atom)